Audiensi diterima langsung Deputi Bidang Pelayanan Kepemudaan, Dr. Drs. Yohan, M.Si, didampingi Asisten Deputi Bina Kepemudaan Badan Usaha dan Swasta Mohammad Adsan, dan S.IP, Asisten Deputi Bina Kepemudaan Pusat dan Daerah: Andi Susanto, S. STP., M. Sc. Semenatra itu, dari pihak SERVE hadir Dete Aliah selaku Direktur Eksekutif, Naila Fitria selaku Wakil Direktur, Tatiek Farichah selaku Program Manager Isu Perempuan, serta Erma Suryani selaku Program Manager Isu Anak dan Remaja.
DEPUTI 1 | Jakarta, Yayasan SERVE Indonesia melakukan audiensi dengan Deputi Bidang Pelayanan Kepemudaan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada Rabu (24/9/2025). Pertemuan yang berlangsung di ruang kerja Deputi I ini menjadi forum dialog untuk menyampaikan gagasan pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan di kalangan pemuda sekaligus mendukung arah program deradikalisasi yang dijalankan Kemenpora.
Audiensi diterima langsung Deputi Bidang Pelayanan Kepemudaan, Dr. Drs. Yohan, M.Si, didampingi Asisten Deputi Bina Kepemudaan Badan Usaha dan Swasta Mohammad Adsan, dan S.IP, Asisten Deputi Bina Kepemudaan Pusat dan Daerah: Andi Susanto, S. STP., M. Sc. Semenatra itu, dari pihak SERVE hadir Dete Aliah selaku Direktur Eksekutif, Naila Fitria selaku Wakil Direktur, Tatiek Farichah selaku Program Manager Isu Perempuan, serta Erma Suryani selaku Program Manager Isu Anak dan Remaja.
Direktur Eksekutif SERVE, Dete Aliah, menyampaikan pentingnya ruang aduan bagi anak muda yang terpapar paham ekstrem. Ia mencontohkan praktik di Tunisia sejak 2016 yang berhasil menghadirkan saluran aman bagi pemuda untuk mencari pertolongan. “Di Indonesia, kebutuhan ini sudah mendesak. Banyak pemuda yang tidak tahu harus kemana saat mereka mulai dihadapkan dengan ajakan kelompok radikal,” ujarnya.
Wakil Direktur SERVE, Naila Fitria, menambahkan bahwa persoalan ekstremisme tidak mengenal batas usia. Ia menyoroti kasus anak berusia belasan tahun yang terlibat dalam tindak terorisme. “Ini fakta yang perlu jadi perhatian bersama. Batasan usia anak dan pemuda dalam regulasi juga perlu ditinjau kembali, agar program deradikalisasi lebih tepat sasaran,” jelasnya.
Sementara itu, Tatiek Farichah selaku Program Manager Isu Perempuan mengingatkan bahwa perempuan muda sering menjadi target rekrutmen. Menurutnya, banyak perempuan dilibatkan bukan hanya sebagai korban, tetapi juga pelaku dalam jaringan ekstremisme. “Pendekatan yang sensitif gender perlu menjadi bagian penting dalam program pencegahan,” tegasnya.
Dari sisi isu anak dan remaja, Erma Suryani sebagai Program Manager menyoroti masa transisi remaja menuju pemuda yang rawan terhadap pengaruh ideologi keras. Ia menilai kelompok usia ini sedang mencari jati diri dan membutuhkan dukungan lingkungan positif. “Kalau ruang aman tidak tersedia, mereka mudah diarahkan ke jalan yang salah,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Yohan, menjelaskan bahwa pemerintah melalui Kemenpora telah memiliki program deradikalisasi yang difokuskan pada pencegahan di kalangan pemuda. Program ini dilaksanakan sejalan dengan kebijakan nasional, termasuk koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). “Tujuan utama kami adalah mengalihkan energi pemuda ke kegiatan produktif, membangun wawasan kebangsaan, serta menciptakan lingkungan sosial yang sehat,” kata Yohan.
Andi Susanto, menambahkan bahwa Kemenpora membuka ruang kolaborasi dengan berbagai organisasi masyarakat sipil. Ia menegaskan bahwa seluruh fasilitas Kemenpora pada dasarnya merupakan “rumah pemuda” yang bisa digunakan untuk kegiatan positif, dengan mengikuti prosedur resmi yang berlaku. “Kami selalu terbuka sepanjang kegiatan yang diajukan jelas, terukur, dan sesuai dengan kepentingan kepemudaan,” ujar Andi.
Pertemuan diakhiri dengan harapan bersama bahwa langkah-langkah pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan dapat diperkuat melalui program deradikalisasi yang terpadu. Kemenpora hadir sebagai pengarah kebijakan dan fasilitator nasional, sementara SERVE Indonesia berperan menguatkan pendekatan berbasis komunitas di lapangan. Dengan sinergi tersebut, diharapkan generasi muda Indonesia tumbuh sebagai generasi yang inklusif, tangguh, dan berdaya saing. (sal/mus)